RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - PP Muhammadiyah prihatin atas pemindahan dua makam di Gorontalo yang dipicu perbedaan pilihan politik. Terlebih dua pihak yang berpolemik masih punya ikatan keluarga dan menganut agama yang sama
"Saya sangat menyayangkan terjadinya pembongkaran makam karena perbedaan pilihan partai politik. Apalagi mereka masih saudara dan menganut agama yang sama," kata Sekjen PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti lewat pesan singkat, Ahad (13/1/2019) malam.
Abdul Mu'ti berharap peristiwa ini tak terjadi lagi. Dia memberi satu saran agar sebaiknya masyarakat memakamkan orang yang meninggal dunia di tempat pemakaman umum (TPU).
"Di masa depan, agar hal serupa tidak terjadi lagi, diimbau kepada masyarakat untuk memakamkan kaum muslim di tanah pemakaman umum," kata dia.
Dia meminta masyarakat untuk saling menghormati perbedaan pilihan politik. Sebab, sebetulnya berpolitik salah satu upaya membangun kehidupan lebih baik.
Dua kuburan di Gorontalo dipindahkan karena beda pilihan caleg dengan pemilik tanah.
"Agar masyarakat saling membina kerukunan dan saling menghormati perbedaan pilihan politik. Berpolitik adalah sarana untuk membangun kehidupan bangsa yang lebih baik ke arah tujuan nasional yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur," sambung Abdul Mu'ti.
Kuburan yang dipindahkan adalah kuburan almarhum Masri Dunggio, yang sudah dimakamkan 26 tahun lalu, dan almarhumah Sitti Aisya Hamzah, yang baru setahun dimakamkan di halaman belakang milik warga bernama Awono. Pemindahan kuburan itu dilakukan di Desa Toto Selatan Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo.
"Pemicunya itu bahasa 'kalau kamu tidak pilih, ada yang mati tidak bisa dikuburkan di sini. Itu kuburan Masri harus dipindah'. Padahal yang punya lahan kubur masih sepupu dengan almarhum," kata keluarga pemilik kubur yang dipindahkan, Abdusalam Polontolo.
Dia menjelaskan perbedaan pilihan yang memicu pemindahan kuburan ini sudah pernah dimediasi oleh pihak kepala desa. Tetapi tidak ada titik temu dan keluarga pemilik kubur merasa sudah tidak dihargai.
Pihak keluarga yang bersengketa sempat dimediasi pihak kepala desa dan kepolisian. Tetapi tidak ada titik temu dengan keluarga pemilik kubur. Pemilik lahan mengatakan sudah tidak masalah bila makam tak dipindah. Namun keluarga pemilik kubur tetap memilih pindah karena sakit hati.
Kepala Desa Toto Selatan Taufik Baladraf mengaku saat rapat mediasi di kantor desa, ada kata yang diangkat soal pilih-memilih dalam pileg 2019.
"Tapi saat itu sudah saya tegaskan hak pilih itu hak semua orang dan tidak bisa dipaksakan. Hubungan keluarga pemilik lahan dan yang kubur dipindahkan adalah bagus, tetapi (bersengketa) karena ada ini (pileg)," kata Taufik, Sabtu (12/1).